Aceh – ForumKeadilanAceh.com | Tim gabungan dari unsur TNI (BAIS) dan Balai Penegakan Hukum (Gakkum) KLHK Wilayah Sumatra dilaporkan mengamankan 12 unit truk bermuatan kayu yang diduga hasil pembalakan liar dari kawasan hutan Aceh Tengah.
Truk-truk tersebut saat ini telah diamankan di Kantor Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) II di Kabupaten Bener Meriah. Bertepatan di depan Markas Batalyon Infanteri 114/Satria Musara, Bener Meriah.
Kayu-kayu yang dibawa truk tersebut disebut berasal dari hutan produksi terbatas dan bahkan sebagian diduga dari kawasan konservasi koridor gajah Sumatra—wilayah strategis yang masuk dalam inisiatif konservasi Peusangan Elephant Conservation Initiative (PECI Aceh). Program konservasi itu merupakan kolaborasi antara KLHK, pemerintah daerah, dan mitra internasional, yang bahkan telah dikunjungi langsung oleh Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni pada Juni 2025 lalu.
Hasil balakan liar tersebut,diduga di distribusi ke Panglong di Aceh Utara dan Lhokseumawe dikoordinir oleh Oknum H.Sar alias H.NN yang berdomisili di Syamtalira Bayu.
Berdasarkan penelusuran lebih lanjut, kayu hasil penebangan liar itu diduga kuat tidak berhenti di Bener Meriah. Sumber terpercaya menyebutkan, hasil pembalakan liar tersebut kemungkinan besar dibeli dan dipasok ke sejumlah panglong (pengepul dan pengolah kayu) yang beroperasi di wilayah Kota Lhokseumawe dan Kabupaten Aceh Utara.
“Truk-truk itu biasanya punya jalur tetap ke panglong-panglong besar di Lhokseumawe dan Aceh Utara. Kami menduga ada koordinasi terstruktur yang dikendalikan oleh seorang pengusaha yang dikenal luas di kalangan pelaku industri kayu, inisialnya Haji N dan Nini,” ujar seorang sumber investigatif yang enggan disebutkan namanya karena alasan keamanan.
Jika benar keterkaitan itu terbukti, maka pengusutan kasus ini tidak boleh berhenti hanya pada sopir atau pengangkut kayu. Perlu dilakukan investigasi menyeluruh terhadap jaringan penerima kayu ilegal, termasuk pemilik panglong dan dugaan aliran uang haram yang menopang industri kayu ilegal.
Status Hukum Masih Gelap, Penindakan Mandek?
Hingga laporan ini disusun, belum ada pernyataan resmi dari KLHK, Gakkum, maupun TNI terkait perkembangan status hukum dari kendaraan dan kayu yang diamankan. Tak satu pun pihak berani menjelaskan dokumen Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan (SKSHH), izin tebangan, ataupun legalitas lahan asal kayu.
Pengawasan publik dan media pun mulai mempertanyakan, apakah negara benar-benar serius menindak kejahatan kehutanan atau justru terjebak dalam kompromi kepentingan?
Konservasi Gajah Hanya Jadi Lipstik?
Kawasan sumber kayu termasuk dalam koridor hidup gajah Sumatra yang langka. Jika benar kayu berasal dari kawasan konservasi, maka insiden ini bukan hanya kejahatan lingkungan biasa, tetapi penodaan terhadap komitmen nasional dan internasional atas pelestarian keanekaragaman hayati.
“Penegakan hukum harus menyasar seluruh rantai pelaku, termasuk pemilik panglong dan backing kekuasaan di belakangnya. Jangan berhenti di truk dan sopir. Kalau tidak, ini hanya sandiwara,” tegas seorang aktivis lingkungan di Aceh.
Desakan Publik: Usut Tuntas Aktor di Belakang Layar
Perlu dilakukan penelusuran menyeluruh terhadap: Asal usul kayu (apakah dari kawasan HGU atau hutan produksi terbatas yang tak berizin)
Dokumen SKSHH yang menyertai truk, Kepemilikan truk dan siapa aktor ekonominya,
Peran oknum H.NN dan berperan penting di panglong-panglong penerima kayu di Lhokseumawe dan Aceh Utara,
Serta koneksi politis atau kekuasaan yang memungkinkan bisnis ini berjalan mulus tanpa hambatan bertahun-tahun.
Transparansi Adalah Hak Publik
Laporan ini disusun demi kepentingan publik berdasarkan Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Negara wajib memberi kejelasan atas dugaan perusakan hutan, penggelapan aset negara, serta dugaan praktik state capture oleh para elite yang memanfaatkan kelemahan sistem untuk mengeruk keuntungan pribadi.
Apabila kasus ini dibiarkan tanpa tindakan nyata, maka konservasi hanya akan menjadi jargon kosong yang dipajang dalam poster kementerian, sementara hutan terus hilang, satwa terancam punah, dan uang hasil kejahatan terus berputar di meja-meja kekuasaan.
Sementara itu,Ketua Satuan Tugas Percepatan Pembangunan Aceh (SATGAS-PPA),Tri Nugroho Pangabean dalam keterangannya tertulis yang dikirim ke Media menyebutkan,pihaknya telah menyurati pihak Balai Gakum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Sumatera untuk menindak lanjuti temuan dugaan perambahan kayu Ilegal yang terjadi di Aceh Tengah dan bener meriah kemudian diangkut ke panglong-panglong dalam Kota Lhokseumawe.
“Ini merupkan kayu-kayu curian yang dijual oleh oleh para mafia kayu Aceh Tengah dan dikoordinir H.Sar alias H.NN di Lhokseumawe,”kata Tri Nugroho.(Tnp/Fjr/Kal)